Jumat, 16 Desember 2011

Cerpen KOK BISA SEHH

KOK BISA SEHH?
Dia hadir begitu saja dalam kehidupanku. Tak pernah terpikirkan, tak pernah kuimpikan dan tak pernah kuduga. Dia  tiba-tiba senyum dalam keheningan pesawat. Tak seorang pun dari teman-temanku yang memerhatikan tingkah cowok itu, mereka dengan asyiknya menikmati tidur di dalam pesawat. Aku yang gelisah dan panik menoleh ke belakang kursi adikku tepat bangku 18D lion Air. Dia tiba-tiba senyum dan menyapaku, sekadar menanyakan nama, dan aku pun membalas sapaan itu, sebagaimana biasa ku lakukan pada orang yang baru pertama kali aku temui.  Nggak ada yang  istimewa padanya sehingga aku tak memberikan perhatian khusus padanya. Jangankan mencintainya, minat saja aku tak punya. Nggakklah! Aku tak punya alasan untuk itu.
Lalu, seiring bulan yang kini muncul perlahan menggantikan posisi matahari menuakan diriku, aku merasa lebih nyaman berada dalam posisis seperti ini. Menaikkan kaki, merebahkan badan belakang kursi, dan menutup kepala dengan jaket hijau yang aku gunakan. Berharap dapat tidur seperti teman-temanku, namun apa yang terjadi semua tak semudah yang aku bayangkan. Ya, dari pada tak ada kegiatan mending aku bercengkrama dengan cowok itu.
Hay... kita dengan siapa dan tujuannya mau ke mana? Pintaku.
Ahhh...Aneh rasanya hati ini, dek.dek.dek.dek detak jantungku berbunyi. Tak biasanya aku seperti ini? Oh My God.. untuk pertama kalinya aku menegur cowok. Wadduhh... bagaimana ini? (Panik)
Ohh.. Aku Rahmat, tujuannya ke Makassar. Ngomong-ngomong kita hanya sendirian? Emang dari mana, habis liburan yah? Sahutnya.
Dengan perasaan yang tak karuan, entah apa yang terjadi pada diriku. Aku pun langsung menjawab “Ha? Aku habis liburan di Bali bersama keempat temanku dan adikku. Tuchh yang duduk di depanmu. 
Tak ada sepatah kata pun lagi yang dia lontarkan dari mulutnya. Tak sempat menanyakkan lebih jauh lagi karena pesawat sebentar lagi mendarat dan teman-temanku pun sudah terbangun dari tidur lelapnya. Huuufff... masih ngantuk, kata salah satu temanku. Perkenalan itu hanyalah sebuah tanda tanya besar dan berakhir begitu saja. Yahh begitulah. Aku tak pernah tahu di  mana rumahnya, berapa nomor teleponnya, begitupun dia. Apa pekerjaannya, lahir di mana, agama apa, dan sebagainnya.
            Malam yang hening di penuhi suara pesawat lepas landas dan mendarat itulah yang tergiang ditelingaku saat tiba di Bandara Sultan Hasaanuddin. Aku tak lagi memerhatikan cowok itu bahkan aku tak sempat lagi memperlihatkan sosok cowok itu kepada teman-temannku. Hahahaha... Sebuah perkenalan singkat di atas pesawat. Lucu yahh ketika mengingat kejadian itu. Puas.Puas.sangat puas di liburan kedua aku ini di Bali. Semua terasa begitu singkat. Menghabiskan waktu bersama teman-teman itulah kebersamaan yang tak pernah terulang dan terbayarkan oleh apapun. Terima kasih mama. Terima kasih Ayah.
*****
            Hari terus berganti, terusik di benakku melihat cewek cantik yang menghalang mobil di seberang perempatan jalan itu. Wow.. wajahnya bersih bersinar, hidungnya mancung, ada lesung pipinya segala, kulitnya yang putih dan rambutnya yang lurus membuat seluruh orang membalikkan pandangan pada dirinya. Sungguh cantiknya. Bagaimana tidak semua cowok suka pada dirinya. Sementara aku? Huh, Kulit yang tak putih, tinggi bak daus mini, gigi yang berantakan, rambut seperti mie pangsit yang dijual mas memet dan ini ni, ini yang paling menyebalkan yang kadang membuatku tak nyaman. Jerawat yang tumbuh di wajahku.
            Duhh Tuhan, Indha, Indha dosa apa dulu ya mama kok getahnya ditimpahkan padaku semua? Nyesal juga lahir dari rahim seorang ibu yang tak bisa membuatku seperti cewek itu. Andai mamaku adalah Britney dan Ayahku paling tidak keturunan bule gitu, gak bakal deh aku ketimba kutukan seperti ini. Aku ingat betul sejak zaman SMP dulu, selalu saja orang memanggilku si cantik. Gila banget tuh orang. Tapi kenangan itulah yang kadang membuatku sedih. Mengapa sekarang aku seperti ini? Sering banget aku menangis sendirian di kamar, menyesali semua keadaan yang tak sempurna ini. Coba pikir deh, salah apa aku sehingga Tuhan mengambil semua keistimewaan yang ada pada diriku dulu. Menjadi cewek terpopuler di sekolah, semua cowok memuji dan menyukai aku. Iksan yang dulunya menjadi cowok terpopuler di sekolahku pun aku tolak. Astaga...bodohnya aku. Sekarang Aku tak punya apa-apa lagi yang bisa ku banggakan, yang bisa menarik perhatian orang, apalagi cowok.          
            Ku ingin kau tahu..
Diriku di sini menanti dirimu...
Meski kutunggu hingga ujung waktuku...
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya...
Berulang-ulang suara melengking pasha benar-benar belum juga tuntas dari nada panggilan ponselku, nomor yang masuk pun tak aku kenali. Huuhh! Rasanya, pengen ku hajar habis-habisan nih orang! Amat sangat menyebalkan! Menganggu tau!Aku ingin tidur! Ngantuk! Ponselku pun berdering terus, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengangkatnya.
“ Halo, sapa”? pintaku.
“ Gimana keadaan mu sekarang? Apa kamu masih mengenaliku? Kata anak-anak kamu lanjut di UNM ya? Trus sekarang kamu tinggal di mana? Maaf yahh aku menganggu malam-malam begini.
Dengan perasaan emosi pun aku menjawab” kamu siapa sok kenal begitu? Udah deh bulshit dengan semua omonganmu. Aku ngantuk nanti aja yah nelponnya. Wassalam. Pintaku.
            Matahari mulai menampakkan wujudnya, pertanda bahwa pagi sudah tiba. Ku lihat ponselku dan menatap SMS yang masuk. “ Maaf menggangu tidur lelapmu. Aku iksan teman SMP kamu dulu. Masi ingat tidak? Tersentak aku terbangun melihat SMS itu, ku basuh wajahku dan bergegas menuju WC. Wadduh ternyata Iksan. Ya Allah maafkan aku telah mengira dirimu orang jahil semalam. Send.kirim. Menunggu balasan di antara gerimis pagi yang turun laksana membiarkan tubuhku terombang-ambing di keluasan samudra tak berdaya.Rekam wajahnya hadir semakin kuat di hatiku. Bibirnya yang mungil, rambutnya yang jambrik dan wajahnya yang cakep menusuk dalam ingatanku ketika dia memintaku menjadi pacarnya. Tapi itu dulu ketika aku masih SMP.
            Hingga malam begitu hitam kelam sempurna dalam gayutan mendung yang menyelimuti wajah langit, SMS-ku tak kunjung berbalas. Ku pelototi lagi hp-ku, ternyata ada pesan yang masuk. Bisa saya menghubungimu? Iksan. Ohh.. ternyata no baru dari Iksan lagi. Tak berpikir lama aku pun membalas pesan singkat itu. Boleh, kirim.
Ku ingin kau tahu..
Diriku di sini menanti dirimu...
Meski kutunggu hingga ujung waktuku...
Dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya...
            Lagi-lagi handphone ku berdering. Halo, iya dengan Iksan? Bagaimana kabarmu, di manaki lanjut sekarang, dari mana kita dapat nomorku, di mana tinggal sekarang dan lain sebagainya, begitupun dengan dia yang menayakan sama seperti diriku. Ya begitulah perbincangan panjang yang terjadi hingga menunjukkan pkul 02.00 aku masih belum tidur karena keasyikan bercengkrama dengan dirinya. Segala permasalahan yang aku alami kini ku ceritakan semuanya kepadanya. Singkat kata setalah berbulan-bulan akrab lewat telepon akhirnya kami berdua bagaikan sahabat karib. Bahkan Iksan mencomblangkan ku ke salah satu teman komunitas Kerabat kotaknya.
            Perkenalan tersebut terjadi secara tidak sengaja, waktu itu malam yang begitu terang memancarkan rembulannya. Perasaan malas dan bete bergelut dengan tugas-tugas kampus setiap malamnya membuatku bergegas menghubungi iksan. Ternyata dia berada di Clarion hotel, sedang mengadakan pertemuan kerabat kotak. Karena kesibukannya sebagai seorang penanggung jawab, akhirnya dia memberikan handphone miliknya kepada salah satu temannya. Perkenalan pun terjadi. Cerita panjang bagaikan jembatan suramadu membuat aku mengetahui siapa dirinya. Ternyata, dia bekerja di GSC Lion Air. Wadduhh... mengingatkanku pada kenangan di masa liburan dulu. Kata demi kata kami lontarkan, kalimat demi kalimat kami tuangkan dan ternyata orang yang aku temui dan sempat berkenalan saat itu di pesawat Lion Air adalah dia, Rahmat. Astga cowok yang pertama kali aku sapa deluan. Sungguh takjub ku mendengar dan menerima hal ini. Tukaran nomor sampai telepon-teleponan itulah kegiatanku sehari-hari bahkan komen-komen di facebook pun kami lakukan.
            Seiring dengan belahan matahari yang menuakkan diriku, aku pun merasa lebih nyaman berada disampingnya di banding dengan teman-teman facebook ku yang lain atau pun teman-teman cowokku pada umumnya. Ya, hanya satu hal sesungguhnya kami punya hobi yang sama, Main Basket. Itu saja! Lewat pesan FB, kami saling berbagi ilmu tentang Team Orlando dan Bulls. Tentang Michael Jordan, pokoknya mulai dari team internasional sampai team nasional menjadi perbincangan kami. Aku dan dia saling mengingatkan jika akan digelar pertandingan yang menegangkan tentang tanggal dan jam tayangnya, saling menjagokan idola, saling ejek, saling mengunggulkan dan merayakan kemenangan jika idolaku atau idolanya menang.
Begitulah. Aku tak pernah tahu di mana rumahnya, begitu pun dia. Lahir di mana, pasangannya siapa namanya, bahagiakah, dan sebagainnya.
Tapi, aku selalu rindu akan komen-komennya atas semua statuss-statusku dan ku kira dia pun begitu. Kalau ada sesuatu yang agak pribadi yang ingin kukatakan, yang nggak ku harapkan orang lain tahu, maka aku akan berkirim pesan kepadanya. Masih sama lewat FB. Maka kini kian selalu membuatku on line pagi,siang dan malam. Dan kutahu, dia pun begitu. Setiap aku up date status, tak berselang lama, pasti dia komen. Begitupun sebaliknya. Setiap ku kirim pesan ke inbox HPnya, ngak lama berselang dia pasti membalasnya.
Ah, Apa aku mencintainya ya?
Nggak ah, ngak mungkin! Gumamku dalam hati. Bagaimana mungkin aku mencintainya, dia mencintaiku, toh ketika kami bertemu itupun hanya sebentar dan tak teringat lagi di bayangku tentang raut wajah yang sesungguhnya sekarang. Aku hanya tahu dia seorang cowok yang sudah punya kekasih ya walaupun hanya dari foto Fbnya, meski sebenarnya bisa saja foto itu palsu, lantaran dia kepengen terlihat perfect,smart dan punya pacar. Yahh dia pun tahu kalau aku itu dilihat dari foto doang.
FB,Fb, sungguh sering kamu membuatku terdiam. Begitu mudahnya kejadian-kejadian nggak penting ini membuatku tercanggung berbahagia dengan wajah-wajah penuh cahaya dan cinta olehmu.
            Aku sungguh nggak tahu apakah aku mencintainya atau tidak, sebab yang ku rasakan bukanlah soal itu, tetapi lebih pada kerinduanku pada komen-komen dan pesan-pesannya. “
Cinta dan rindu kan sama saja? Kata sahabat karibku yang pernah kucurhatin tentang kejadian itu.
“ Nggaklah. Intinya aku kan tak pernah berpikir untuk memilikinya...,” Sergahku.
“Cinta kan tak harus memiliki..”
“ Ungu banget sih loh!” Aku terbahak.
Ada perih yang muncul di benakku ketika pesan dan komen-komennya tak lagi muncul di beranda FB-ku. Ada luka yang tercipta di sini, ada rasa kehilangan yang sontak menghajar jiwaku. Ada serpihan sesal yang menyelimuti ragaku. Mulai saat ini aku tak lagi bisa membaca komen-komennya di statusku, tentang kebiasaannya selama ini termasuk juga seputar seluk-beluk mengenai basket.Tak ada lagi tempatku menyenangkan hati ini. Sesal rasanya hati ini tanpa kehadirannya lagi. Mengapa dia sontak berubah seperti itu? Apa karena dia tahu siapa aku sebenarnya?
Tapi keesokan harinya, saat ku buka FB-ku, sontak jemari tanganku langsung menghapus namanya dari pertemananku. Semua tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya.
Dia protes keras: “ Apa salahku kok aku di-cancel dari FB-mu?”.
 “Ini ku add lagi approve ya...”
“Kok belum diterima sih?!!!!!!” pesan dengan tanda seru yang banyak sekali.
Aku terdiam begitu lama, tertelan bayang-bayang kerinduanku padanya yang begitu berhasil menyiksaku sejak beberapa hari yang lalu. Tarik menarik. Menjauh atau mendekat ya?
Ya Tuhan, Pliss...pliss, beri aku kekuatan mencampakkan semua ini! Aku harus tegas mengambil sikap, komit. Sungguh di satu sisi, hatiku sangat kuat berkata bahwa aku harus menghancurkan semua ini dengan penuh keberanian. Aku nggak boleh larut dalam kerinduan yang tak terbalas ini. Aku nggak boleh membuka pintu secuil pun, karena aku sudah memiliki segalanya dan aku nyaman dan bahagia dengan semua itu. So sekarang aku harus menjauh darinya.
Tapi, demi Tuhan disisi lain aku tak patut untuk mencampakkannya karena dialah orang yang bisa membuatku berpikir positif terhadap diriku sendiri. Dialah yang memberikanku kebahagiaan sejenak tapi paling tidak dia pernah hadir dalam hidupku walaupun itu hanyalah sebatas dunia maya saja.
Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
Aku terdiam, tidak berbuat apa-apa, tidak menerima atau pun menolak permintaannya? Aku berada dalam kebingungngan.
Oh My God!
Apa yang harus aku lakukan? Aku tak ingin menyakitinya, menghilangkannya sebagai manusia dari kehidupanku, meski itu hanya dalam jejaring FB beginian. Tuhan degarkanlah aku sungguh aku tak ingin menyakitinya, maka berilah aku kekuatan hati untuk menempuh yang seharusnya kutempuh: menjauh atau mendekat darinya?
Tiga hari kemudian aku memutuskan untuk menerima permintaan pertemanannya. Aku tahu, kini aku tahu apa yang mesti aku lakukan. Kuterima segera permintaan pertemanannya, lalu kukirimkan sebuah pesan kepadanya, “Maaf,maaf, kemarin aku tak ingin menganggu kehidupanmu lagi makanya aku mencancelmu dari pertemanannku. Ya begitulah aku.
Nggak lama berselang, sebuah pesan masuk ke inbox FB-ku, ku buka ternyata darinya,”Oooo..., ternyata seperti itu toh, Indha.Indha. Beberapa hari ini aku tak pernah menghubungimu lagi, tak pernah komen di statusmu lagi karena aku takut dengan perasaanku ini. Aku mencintaimu tapi aku sangat takut mengatakan sejujurnya kepadamu. Aku tak bisa menerima kenyataan ini jika seandainya kamu menolakku seperti cerita Iksan di masa SMPnya dulu.Oleh karena itu aku berusaha untuk menghidar darimu.
Ya Tuhan, kini aku yakin bahwa persoalan terbesarku sebenarnya urusan masa kini yang sangat heboh dengan Facebook dan juga ternyata sesuatu yang mereka ingat adalah hal-hal yang pernah ku lakukan dulu bukan terletak pada “menjauh atau mendekat” tetapi ada disini, di dalam hati! Di dalam hati aku dan Dia.

?          ?          ?          ?          ?          ?
?          ?          ?          ?          ?          ?          ?
?          ?          ?          ?          ?          ?          ?          ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar